Friday, June 18, 2010

Guru Swasta Perlu Kepastian Posisi Hukum




PERLUNYA PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN SEKOLAH SWASTA
DISAMPAIKAN SECARA TERBUKA KEPADA DPR RI DAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
PONOROGO, 13 JUNI 2010

Historis :
Sepanjang sejarah pergerakan nasional menuju kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia peran perguruan swasta sangat penting. Seperti perguruan Ma’arif, perguruan Muhammadyah, perguruan Taman Siswa, INS Kayu Tanam dll mempunyai peran penting dalam menyiapkan pemimpin-pemimpin pergerakan nasional yang merupakan the founding fathers negara tercinta Republik Indonesia.

Ki Hadjar Dewantoro sendiri yang menjadi Menteri Pendidikan Nasional pertama sekaligus Bapak pendidikan nasional yang hari lahirnya diperingati setiap tahun sebagai Hari Pendidikan Nasional adalah pendiri sekaligus guru/pendidik di perguruan swasta Taman Siswa. Oleh karena itu dapat dibilang perguruan swasta termasuk didalamnya para guru swasta punya andil besar dalam meyiapkan pemimpin-pemimpin bangsa sekaligus berperan penting mengantarkan Republik Indonesia ini merdeka dari kekuasaan penjajah.

Akan tetapi sepanjang perjalanan sejarah sebelum kemerdekaan maupun pasca kemerdekaan RI sampai saat ini para guru/pendidik perguruan swasta belum memperoleh kondisi kerja yang terbaik sesuai dengan amanat konstitusi. Selama 65 tahun kemerdekaan posisi guru swasta seolah terlepas dalam konstelasi berbagai kebijakan perbaikan pendidikan di Indonesia. Ketika para guru PNS sudah memperoleh kejelasan status dan kedudukan hukumnya dengan gaji rutin dan sejumlah tunjangan serta kondisi kerja yang memadai, sebagian besar guru swasta masih terus menggantungkan nasibnya pada dukungan dana masyarakat yang rata-rata berpenghasilan terbatas. Meskipun sejumlah subsidi pemerintah diberikan tetapi sampai saat ini belum dapat mengangkat kondisi kerja guru swasta menjadi lebih baik. Banyak diantaranya masih memperolehi rata-rata gaji/penghasilan dibawah Upah Minimum Provinsi/ Kabupaten/Kota tanpa memiliki jaminan sosial tenaga kerjanya.

Dengan tumpuan utama dukungan dana dari masyarakat yang sebagian besar adalah masyarakat tidak mampu/miskin maka akan terasa dilematis jika harus memaksakan masyarakat untuk memenuhi hak-hak dasar guru swasta tersebut sementara sebagian besar misi perguruan swasta lebih berorientasi sosial dalam rangka merealisasikan amanat konstitusi mencerdaskan kehidupan bangsa dengan membantu masyarakat miskin/tidak mampu untuk bisa memperoleh hak dasarnya atas pendidikan.

Meskipun kebijakan pemerintah saat ini perlu mendapatkan apresiasi dengan mengikutsertakan guru-guru swasta dalam program sertifikasi untuk memperoleh tunjangan profesi ditambah dengan subsidi tunjangan fungsional namun masih terasa jauh dari harapan agar guru-guru swasta dapat memperoleh kondisi kerja dan perlindungan yang lebih baik sebagaimana yang diperoleh guru-guru PNS. Oleh karena itu dalam waktu dekat seiring dengan keinginan pemerintah, DPR RI dan masyarakat untuk memperbaiki pendidikan menjadi lebih baik lagi maka perlu ada arah perubahan yang tepat dan signifikan dalam menata kembali posisi guru swasta agar setara dalam setiap pengambilan kebijakan pendidikan di Indonesia.

Sesuai dengan seruan Education International (EI) maka usaha untuk memperbaiki kondisi kerja guru swasta (dan guru di Indonesia pada umumnya) pada dasarnya sama artinya dengan memperbaiki kondisi belajar anak-anak Indonesia. Karena guru yang sejahtera, berkualitas dan terlindungi adalah bagian terpenting dari hak-hak anak Indonesia untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas.
Peta kondisi kerja guru swasta :
1. Mayoritas bekerja pada satuan pendidikan yang didukung oleh masyarakat tidak mampu/ miskin;
2. Memperoleh gaji dibawah UMP antara Rp. 150.00,- sampai Rp. 700.000,- bahkan masih ada yang bergaji Rp. 50.000,- sampai Rp. 100.000,-;
3. Tidak memiliki jaminan sosial tenaga kerja baik untuk memberikan perlindungan pelayanan kesehatan, perawatan kesehatan bagi diri dan keluarganya dan tanpa jaminan hari tua;
4. Rentan di PHK secara sepihak oleh penyelengara pendidikan;
5. Tidak memiliki Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dibuat bersama antara penyelenggara pendidikan dengan organisasi/serikat guru pada satuan pendidikan tempatnya bekerja. Saat ini yang dimiliki hanyalah Perjanjian Kerja (PK) yang bersifat individual dan sepihak sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh penyelenggara pendidikan;
6. Tidak memiliki organisasi guru di tingkat satuan pendidikan yang dapat memberikan perlindungan jika diperlukan;
7. Memperoleh kuota program sertifikasi yang tidak seimbang dengan satuan pendidikan milik pemerintah;
8. Tidak memperoleh kesempatan secara adil untuk mengikuti program-program peningkatan profesi, kualifikasi dan pendidikan lanjutan dari pemerintah;
9. Tidak memiliki payung hukum yang pasti untuk memperoleh kesempatan dan kepastian hukum mendapatkan status PNS /guru Negara dan tidak adanya kepastian untuk memperoleh hak-hak kesejahteraannya dari Negara;
10. Memiliki tugas dan kewajiban yang sama tetapi memperoleh hak dan pengakuan yang berbeda dengan guru PNS
11. Beragamnya sistem pengelolaan guru di berbagai pemerintahan daerah sehingga menimbulkan kesenjangan jaminan kesejahteraan antar daerah.

Rekomendasi/Aspirasi :
Seiring dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang disusun dengan semangat memberikan perlindungan perlindungan hukum, perlindungan profesi, kesehatan dan keselamatan kerja kepada guru, menghapus diskriminasi guru, meningkatkan kesejahteraan dan kualitas guru maka dengan ini Presidium Guru Swasta Indonesia (PGSI) menyampaikan aspirasi bersama dan mendesak Pemerintah untuk secepatnya menyusun dan menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Guru dan Tenaga Kependidikan Sekolah Swasta dengan mengikutsertakan Presidium Guru Swasta Indonesia. Peraturan Pemerintah tersebut harus memuat pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
a. Pengaturan kesempatan yang adil bagi guru dan tenaga kependidikan sekolah swasta untuk memperoleh pengangkatan status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS);
b. Kepastian mendapatkan kesejahteraan dalam bentuk subsidi gaji dan tunjangan yang setara dengan guru dan tenaga kependidikan PNS atau setidak-tidaknya setara dengan UMP (Upah Minimum Provinsi) yang ditanggung bersama antara pemerintah, pemerintah provinsi / kabupaten / kota dengan penyelenggara pendidikan swasta;
c. Pengaturan impassing golongan kepegawaian bagi guru swasta harus ditetapkan bersamaan dengan kelulusan sertifikasinya sehingga memperoleh kepastian untuk mendapatkan tunjangan profesi sesuai dengan golongannya;
d. Mengatur keadilan bagi guru swasta untuk memperoleh uang tunggu bagi yang belum mengikuti program sertifikasi sebagaimana diperoleh guru PNS;
e. Pemberian tunjangan fungsional tidak mensyaratkan jumlah beban kerja guru dalam tatap muka karena hak tunjangan fungsional melekat secara fungsional kepada setiap guru dalam menjalankan tugasnya;
f. Pemberian penghargaan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat prestasi kerja luar biasa baiknya, kenaikan jabatan, uang atau barang, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain yang termuat didalam PP 74/2008 tentang guru harus diberikan secara adil tidak hanya ditujukan kepada guru PNS tetapi juga kepada guru swasta;
g. Adanya pengaturan tentang Perjanjian Kerja Bersama/ Kesepakatan Kerja Bersama (PKB/KKB) yang disusun bersama antara Pemerintah/Pemerintah Daerah dengan organisasi/serikat guru sekolah swasta dan penyelengara pendidikan masyarakat yang memuat hak-hak dan kewajiban serta aturan bersama untuk memberikan perlindungan, kesetaraan dan kesejawatan kepada guru swasta;
h. Adanya aturan yang memastikan pemberian kesejahteraan dalam bentuk maslahat tambahan yang jumlahnya setara dengan gaji pokok PNS atau setidak-tidaknya setara dengan UMP (Upah Minimum Provinsi) dan adanya Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang diberikan oleh negara / pemerintah bagi guru sekolah swasta sebagai bentuk perlindungan bagi guru sekolah swasta untuk memperoleh jaminan kesehatan dan keselamatan kerja serta jaminan hari tua. Pemberian kesejahteraan dalam bentuk maslahat tambahan setara gaji pokok PNS atau setidak-tidaknya setara Upah minimum Provinsi (UMP) dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang diberikan negara / pemerintah bagi guru-guru swasta adalah sangat memungkinkan mengingat Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan dosen pasal 19 ayat (1) menyebutkan bahwa : ”Maslahat tambahan merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan atau bentuk kesejahteraan lain”.
Read More..

Sunday, June 6, 2010

Workshop ASETUC Indonesia (Asean Service Employees Trade Union Council) , Menghadapi Perdagangan Bebas ASEAN, Cisarua, 4-5 Juni 2010





Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi di berbagai belahan dunia, khususnya dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan untuk bisa bersaing dengan kawasan lainnya dalam menghadapi arus globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia. Kisah sukses integrasi kawasan dicontohkan oleh Uni Eropa (UE) yang mampu menyatukan 15 negara eropa barat ke dalam satu kesatuan pasar, yang ditandai dengan diciptakannya mata uang bersama Euro. Kalaupun Euro belum diadopsi oleh Inggris dan beberapa negara skandinavia, tetap saja kemunculan Euro menjadi fenomena bersejarah serta menjadi salah satu mata uang paling penting di dunia selain Dollar Amerika.

Tahun 2004 bahkan menjadi momen bersejarah bagi Eropa dan dunia, ketika UE menambah keanngotaannya hingga menjadi 25 negara dengan memasukkan 10 negara Eropa Timur dan bekas Uni Sovyet. Proses integrasi belum akan berakhir, karena ada beberapa negara yang akan bergabung dalam tahun-tahun mendatang. EU bagaimanapun telah berhasil menyatukan Eropa ke dalam satu wadah (hal yang sebenarnya sudah dicita-citakan sejak jaman Napoleon Bonaparte), yang akan menjadikan Eropa satu kawasan yang damai dan stabil dengan tingkat kemakmuran yang merata.

Keberhasilan EU membentuk satu pasar tunggal mengilhami ASEAN untuk melakukan hal yang sama. Pada KTT ASEAN Oktober 2002 di Kamboja, PM Singapura Goh Cok Tong mengusulkan agar di tahun 2020 dibentuk apa yang disebutnya sebagai pasar tunggal ASEAN mencontoh keberhasilan pembentukan pasar tunggal Eropa yang diberlakukan di kawasan Uni Eropa. Usulan ini langsung mendapat dukungan penuh dari PM Thailand Thaksin Shinawatra dan PM Malaysia Mahathir Mohammad. Ide ini akhirnya terwujud dengan ditandatanganinya Bali Concorde II pada tanggal 7 Oktober 2003, yang menyepakati terbentuknya ASEAN Community pada tahun 2020 dengan tiga pilar utama: ASEAN Security Community, ASEAN Economic Community dan ASEAN Socio-Culture Community.

Penyatuan ASEAN ke dalam ASEAN Community ini tentunya akan membawa dampak yang luar biasa besar, tidak hanya dari sisi ekonomi tetapi juga dalam segala aspek kehidupan lainnya. Dari sisi ekonomi misalnya, penyatuan ini akan menciptakan pasar yang mencakup wilayah seluas 4,5 juta km2 dengan populasi sekitar 500 juta jiwa (jumlah yang setara dengan UE saat ini), total perdagangan lebih dari 720 milyar dollar per tahun serta produk domestik bruto (PDB) lebih dari737 milyar dollar. Sebagai gambaran, kesepakatan perdagangan bebas ASEAN mampu meningkatkan perdagangan intra ASEAN dari 43,26 milyar dollar pada tahun 1993 menjadi 80 milyar dollar pada tahun 1996, atau dengan rata-rata pertumbuhan 28,3 persen per tahun. Share perdagangan intra ASEAN terhadap total perdagangan juga meningkat dari 20 menjadi 25 persen. Penyatuan ASEAN ke dalam pasar tunggal diyakini akan memberikan dampak sangat besar.

ASEAN Economic Community atau Pasar Tunggal ASEAN 2020 kira-kira bisa digambarkan sebagai satu kawasan ekonomi tanpa frontier (batas antar negara) dimana setiap penduduk maupun sumber daya dari setiap negara anggota bisa bergerak bebas (sebagaimana dalam negeri sendiri). Tujuannya adalah untuk mencapai tingkat kegunaan yang paling optimal yang pada akhirnya akan mendorong tercapainya tingkat kemakmuran (kesejahteraan) yang sama (merata) diantara negara-negara anggota ASEAN.

Konsep ini dilandasi oleh empat pilar utama sebagai berikut:
1. Free movement of goods and services. Konsep ini memungkinkan terjadinya pergerakan barang-barang dan jasa tanpa ada hambatan (pajak bea masuk, tarif, quota dll), yang merupakan bentuk lanjut dari kawasan perdagangan bebas (sebagaimana AFTA) dengan menghilangkan segala bentuk hambatan perdagangan (obstacles) yang tersisa.
2. Freedom of movement for skilled and talented labours. Konsep ini dimaksudkan untuk mendorong terjadinya mobilitas tenaga kerja sesuai dengan tuntutan pasar dan memberi kesempatan kepada setiap pekerja untuk menemukan pekerjaan terbaik sesuai dengan kualifikasi yang dimiliki.
Berbeda dengan konsep UE yang memungkinkan terjadinya pergerakan tenaga kerja secara bebas, ASEAN hanya akan mengijinkannya untuk tenaga kerja pada kategori terdidik. Konsekuensinya, hanya orang-orang terdidik lah yang bebas bekerja dimana saja, sementara tenaga kerja tak terdidik tidak akan mendapat kesempatan. Hal ini merupakan satu kecolongan buat Indonesia, mengingat kondisi mayoritas tenaga kerja kita belum masuk ke dalam kategori ini.
3. Freedom of establishment and provision of services and mutual recognition of diplomas. Konsep ini menjamin setiap expert warga negara ASEAN akan bebas membuka praktek layanan di setiap wilayah ASEAN tanpa ada diskriminasi kewarganegaraan.
4. Free movement of capital. Konsep ini akan menjamin bahwa modal atau kapital akan bisa berpindah secara leluasa diantara negara-negara ASEAN, yang secara teoritis memungkinkan terjadinya penanaman modal secara efisien.

Lalu apa dampaknya bagi dunia usaha Indonesia ? Tentunya, sangat besar karena :
1. Perdagangan antar negara akan berlangsung sangat bebas, jauh lebih bebas dari era AFTA. Di dalam AFTA, pemerintah masih dimungkinkan misalnya menerapkan bea masuk 1 sampai 5 persen atau juga mengeluarkan kebijakan khusus untuk melindungi industri atau barang-barang produksi dalam negeri yang sangat sensitif. Sebaliknya, dalam era PTA barang-barang produk Indonesia akan sepenuhnya bersaing dengan barang-barang produksi negara lainnya. Dengan kualitas yang ada saat ini serta tingginya pajak dan pungutan sebagaimana banyak dikeluhkan pengusaha, niscaya akan sangat sulit bagi barang Indoneisa untuk bisa bersaing. Vietnam dan Kamboja memiliki keunggulan dalam hal tenaga kerja yang lebih murah, sedangkan Singapura, Malaysia dan Thailand sangat bersaing dalam kualitas dan juga manajemen.
2. Pergerakan tenaga kerja akan terjadi secara bebas yang bisa memberikan dampak luar biasa bagi Indonesia. Di satu sisi, persaingan tenaga kerja di dalam negeri akan sangat kompetitif. Pekerja kita tidak hanya akan bersaing dengan sesama WNI, tetapi juga dengan seluruh warga ASEAN. Konsekuensinya, tenaga kerja Indonesia harus memiliki kemampuan yang lebih tinggi atau minimal sama dengan tenaga kerja luar agar bisa memperoleh pekerjaan yang layak. Padahal, kita tahu pasti bahwa kualitas pendidikan kita termasuk yang paling buruk diantara negara-negara ASEAN.
3. Persaingan untuk menarik investasi bagi kelangsungan pembangunan juga akan semakin berat dengan adanya prinsip free movement of capital. Jika dilihat dari kacamata ini, kasus hengkangnya Sony, Aiwa, Nike dan perusahaan lainnya dari Indonesia --yang sangat ramai dibicarakan dalam bulan November-Desember 2002 -- adalah fenomena yang sangat wajar dan tidak perlu ditanggapi secara emosional. Bahkan, bukan tidak mungkin pengusaha-pengusaha nasional kita justru akan menanamkan modalnya di negara-negara anggota ASEAN lain demi mencapai efisiensi yang lebih baik.

Sederet pertanyaan yang dibahas dalam workshop ini untuk mendapatkan solusi dan menyiapkan langkah-langkah strategis antara lain:
1. Apa dampaknya bagi pekerja Indonesia disaat tidak adanya jaminan sosial bagi pekerja Indonesia ketika perusahaannya kolaps dan mereka terkena PHK ?
2. Apa yang harus dilakukan oleh Serikat pekerja Indonesia ?
3. Apa peran ASEAN ?
4. Apa yang bisa dilakukan oleh anggota UNI, PSI dan BWI di Indonesia dan ASEAN terkait Integrasi ekonomi ASEAN ?

Narasumber :
1. ASEAN Secretariat
"Mengenal Asean"
2. Mr. DR.Kun Wardhana, ASETUC – UNI Apro
"Overview mengenai Asetuc"
3. Mr. Erwin Schweisshelm, Resident Director FES Jakarta
"Partnership Model of Europe Trade Union Council dengan UNI European"
4. Mr. Bonie Setiawan: Institute Global Justice
"Oveview tentang ASEAN"
5. Mr Shofwan Choiruzzad, S.Sos,MA : Redaktur Jurnal Politik International Global Universitas Indonesia
6. Mrs Iftida Yasar: Apindo / Kadin
“Dampak & Peluang Integrasi ASEAN untuk Dunia Usaha dan Pekerja Indonesia”
7. Mr. Muhamad Hakim, Presiden ASPEK Indonesia
"Sosial Partenership"
8. Khoirul Anam : Presiden FSP Kahutindo
" Standar Kompetensi Pekerja Indonesia"
9. Mrs. Darlina : PSI & Rusdi Sekjen Aspek indonesia
" Social Security"

Peserta :
Uni Apro
Aspek IndonesiaUni Apro
BWI Apro :
FSP Kahutindo
FKUI
PSI Apro:
Farkes
PJB
PP-IP
FGII

Tor Workshop
-Asetuc Indonesia-
Read More..